Umumnya, pengajuan cuti naik haji biasa dilakukan ketika seorang buruh/pekerja akan melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji merupakan rukun islam kelima yang wajib ditunaikan bagi orang Islam yang mampu melaksanakannya. Berjuta-juta orang bahkan rela menabung bertahun-tahun untuk mencapai tujuannya melakukan ibadah haji di tanah suci, Mekkah.
Namun tak sedikit juga, masyarakat pemeluk agama Islam yang mendapatkan kesempatannya untuk menunaikan ibadah haji ketika masih muda, karena memiliki kecukupan materi. Hal ini tentunya bukan berarti tidak akan memberikan masalah sama sekali. Bagi beberapa orang yang ingin melakukan ibadah haji mungkin akan merisaukan mengenai pekerjaannya sebagai karyawan, karena berarti ia harus meninggalkan pekerjaannya dalam waktu panjang. Nah, bagi Anda yang ingin melakukan ibadah haji, Anda harus mengetahui beberapa hal ini sebelum memutuskan cuti.
Contents
Cuti Naik Haji
Cuti naik haji merupakan cuti untuk pekerja/buruh yang beragama Islam dan akan menunaikan ibadah keagamannya. Untuk melakukan cuti naik haji, seorang pekerja/buruh harus terlebih dahulu mengajukan cuti haji kepada bidang yang bersangkutan di perusahaan.
Bagi pekerja/buruh, pengajuan cuti haji bukanlah masalah kecil. Karena ketika seorang pekerja/buruh memutuskan untuk melakukan cuti haji, maka ia harus melakukan berbagai persiapan dan membereskan beberapa hal mengenai pekerjaannya. Mengingat masa cuti haji yang memakan waktu kurang lebih sekitar empat puluh hari. Maka dari itu, pekerja/buruh harus mempersiapkan pengajuan cuti haji sedini mungkin agar semua kebutuhan dan pekerjaan dapat terorganisir dengan baik.
Dasar Hukum Cuti Naik Haji
Dalam Undang-Undang, negara telah mengatur mengenai cuti haji bagi pekerja/buruh yang memeluk agama Islam agar dapat menunaikan ibadah keagamaannya. Aturan tersebut terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 80, bahwa pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah sesuai kewajiban agamanya.
Peraturan mengenai cuti haji juga akan melindungi pekerja/buruh dari pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat (1) huruf (c), bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh menjalankan ibadah sesuai dengan perintah agamanya.
Periode Cuti Naik Haji
Dilansir dari SurabayaPost.id, bahwa pemerintah tidak mengatur secara khusus maksimal pengajuan cuti haji bagi pekerja/buruh. Oleh karena itu, jangka waktu cuti haji menyesuaikan dengan waktu yang diperlukan oleh karyawan untuk melakukan ibadah haji. Karyawan hanya dapat melakukan cuti haji sekali selama yang bersangkutan bekerja pada perusahaan tersebut. Artinya, pekerja/buruh tidak dapat mengajukan cuti haji selama dua kali.
Apabila Anda kesulitan dalam menentukan masa cuti haji, Anda dapat mengikuti Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2015 yang ditujukan untuk karyawan yang bekerja sebagai PNS atau ASN di pemerintahan. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa PNS atau ASN yang bekerja di pemerintahan dapat mengajukan cuti maksimal lima puluh hari. Peraturan ini dapat Anda jadikan patokan atau pedoman dalam menentukan lamanya cuti haji yang akan Anda ajukan kepada perusahaan.
Pengupahan Karyawan yang Melaksanakan Cuti Naik Haji
Bagi pekerja/buruh yang sedang menjalankan kewajiban agamanya dan sedang melakukan cuti haji, pengupahan akan tetap terhitung normal seperti biasa. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan pada Pasal 28, yang berbunyi:
“Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja atau tidak melakukan pekerjaannya karena menjalankan kewajiban ibadah sesuai perintah agamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf b, sebesar upah yang diterima oleh Pekerja/Buruh dengan ketentuan sekali selama Pekerja/Buruh bekerja di perusahaan yang bersangkutan.”
Selain itu, peraturan mengenai pengupahan terhadap pekerja/buruh yang sedang melakukan cuti haji juga terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (2) huruf (e), yang berbunyi:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila Pekerja/Buruh tidak melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.”
Pihak yang berwenang akan memberikan sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 93 ayat (2). Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling singkat satu bulan dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 dan paling banyak Rp400.000.000,00. Peraturan tersebut tercantum dalam UU RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 186 ayat (1).
Fitur Zemangat untuk Mengelola Cuti Karyawan
Untuk melakukan ibadah haji, tentunya calon jamaah haji harus melakukan sejumlah persiapan sebelum keberangkatan. Terlebih mengenai urusan pekerjaan jika Anda adalah seorang pekerja atau buruh. Anda perlu mengetahui sejumlah peraturan mengenai maksimal cuti yang dapat Anda ajukan, hingga bagaimana prosedur untuk mengajukan cuti naik haji di perusahaan Anda.
Informasi mengenai pengajuan cuti ini biasanya bisa Anda dapatkan melalui HRD, di mana HRD berperan penuh dalam setiap pengorganisasian karyawan. Namun penginformasian yang tidak tersistem juga dapat berpengaruh terhadap kinerja HRD. Oleh karena itu, HRD perlu untuk menaruh segala informasi yang berhubungan dengan karyawan dalam bank informasi perusahaan. Zemangat menawarkan berbagai fitur yang dapat membantu HRD maupun karyawan dalam mengelola pekerjaan serta perusahaan.
Melalui Zemangat, karyawan bisa mendapatkan informasi mengenai bagaimana cara mengajukan cuti karyawan tanpa harus menghubungi HRD secara personal. Kemudian, karyawan juga langsung dapat mengajukan permohonan cuti melalui mobile Apps masing-masing. Penggunaan aplikasi Zemangat tidak hanya berguna untuk mengajukan permohonan cuti haji saja, namun karyawan juga dapat mengajukan permohonan seperti izin sakit, cuti khusus, business trip, dan lain sebagainya. Setelah itu, HRD maupun Manajer perusahaan dapat melakukan approval atau persetujuan pengajuan ijin atau cuti karyawan tanpa harus bertatap muka. Hal ini sangat mempermudah dan mempercepat kerja karyawan, HRD, maupun Manager, karena dapat melakukan approval melalui mobile Apps masing-masing.
Bagaimana? Mudah bukan? Tunggu Apalagi? Segera beralih dengan Zemangat untuk mengelola segala urusan administrasi perusahaan Anda yang berhubungan dengan karyawan. Konsultasikan kebutuhan Anda kepada kami!